Isu Free Fire Diblokir, Ini Respon Perwakilan EVOS dan RRQ Divisi FF

CNNESPORTS - Belakangan ini beredar isu bahwa game besutan Garena, Free Fire diblokir. 2 organisasi esports yang mempunyai basis fans terbesar di FF yaitu RRQ dan EVOS ikut memberikan respon.

Isu ini hadir dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan sudah mendapatkan berbagai komentar juga. Contohnya oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno menegaskan bahwa tidak ragu untuk memblokir game online jika terbukti berdampak negatif ke anak.

"Saya dapat keluhan dari KPAI dan LPAI di mana satu game menimbulkan beberapa tindakan kekerasan dan juga kekerasan anak di bawah umur.

Kami menyampaikan bahwa, kami tidak akan ragu-ragu untuk menindak tegas termasuk pemblokiran dari game tersebut jika memang situasi yang mengharuskan melindungi anak-anak kita," kata Sandiaga, dilansir dari Warta Kota, Jumat (3/5/2024).

Seto Mulyadi atau yang akrab dikenal dengan nama Kak Seto adalah seorang ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), juga ikut menyuarakan tentang ini.

"Tentu saja langkah-langkah yang dilakukan KPAI sudah tepat. Kami juga yang mendorong terbentuknya KPAI, dan memang benar kita tidak bisa serta merta menyerahkan seluruh tanggung jawab kepada orangtua, karena orangtua sering kali kesulitan untuk mengawasi. Makanya Pemerintah harus hadir untuk menegakkan aturan. Iya harus, bentuknya penertiban atau pemblokiran. Karena memang itu sudah ada aturannya. Semua jajaran pemerintah terkait yang terlibat, harus turun tangan mengatasi masalah ini, terutama dalam hal ini Kominfo,” ucap Seto dikutip dari Kumparan.

Respon RRQ dan EVOS Atas Isu Free Fire Diblokir


Manajer EVOS Divine, Tubagus Ramadhan mengatakan bahwa mereka tidak terlalu peduli karena Garena juga tidak akan diam saja.

"Kita gak peduli, mungkin banyak cara, Garena juga gak mungkin diam kalau misalkan benar, ini kan masih isu aja, belum ada tindakan atau apapun, jadi menurut gua ya gausah mikirin itu lah, kita juga enggak ada yang kepikiran sama sekali sih, ya biasalah, biasanya yang kayak gitu-gitu caper," ungkapnya.


Pelatih RRQ Kazu, Adi Gustiawan juga menambahkan bahwa semua game pastinya memiliki side effect positif dan negatif, dan peran orang tua di sini yang paling utama.

"Misalkan mau ditutup sebetulnya jadi kemunduran cara pola pikir sih, kalau misalkan harus ditutup, gimana kalau kita contoh Arab Saudi aja investasi besar-besaran untuk 2030 jadi indsustri digital lah, di mana negara-negara yang maju coba buat investasi besar-besaran di sektor game sementara Indonesia mau tutup begitu aja.

Kalau misalkan memang side effect mungkin semuanya juga punya side effect, bukan cuma game Free Fire aja, TikTok pun punya, Instagram pun punya, Facebook pun punya, semua punya side effect, game-game lainnya juga. Kemarin sempet baca di undang-undangnya sudah jelas kalau misalkan peran orang tua itu lebih penting dari peran KPAI karena KPAI tidak menyeluruh, KPAI hanya mendata dan mendapatkan isu dan itu dilaporkan, sebetulnya ini sah-sah aja karena bentuk dari pola lembaga KPAI, tetapi kalau ditarik lebih mengerucut lagi, untuk decision penutupan itu mungkin bukan langkah yang kongkrit.

Kenapa? karena di undang-undang itu juga menjelaskan peran orang tua itu adalah hal yang paling penting dari generasi-generasi yang akan datang, terlepas dari di regulasi ketentuan game Garena di undang-undang mewajibkan 18 tahun, 17 tahun keatas, di bawah itu Garena tidak bisa mengcover siapa yang bermain dibawah 18 tahun, itu contoh pertama, belum game-game lain. Bukan berarti cuman game Free Fire yang harus ditutup, kalau memang isunya seperti itu, semua game akan terdampak, ini jadi isu yang gak masuk akal kalau misalkan memang hanya berdasarkan asumsi beberapa pihak yang bilang ada effect dari game tersebut tanpa membandingkan," jelas Adi.


Selain itu Adi menggarisbawahi sebenarnya anak di bawah 14 tahun tidak diwajibkan mempunyai HP, sehingga di sini peran orang tua juga harusnya mempunyai andil besar.

"Kalau tidak salah di undang-undang pun dijelaskan bahwa anak di bawah 14 tahun gak diwajibkan atau mungkin belum punya hak memegang HP, jadi siapa yang salah? Seharusnya dikoreksi lebih detail ke arah sana, apakah dari pihak developer kah, apakah dari gamenya, apakah dari peran orang tua, apakah peran dari KPAI, karena KPAI kalau gak begitu kayak gak kerja. Yang salahnya adalah peran orang tua tidak mendampingi anaknya, di bawah 14 tahun mereka sudah pegang gadget, sudah pegang HP, sorry to say bukan cuma main game, mungkin mereka sudah bisa menggunakan VPN.

Edukasi kepada orang tua itu lebih bermitu daripada menututp saluran untuk berekspresi orang lain, banyak prestasi, salah satunya mungkin saya, saya ada ikut campur di SEA Games kemarin, MLBB, MLBB Women, PUBGM, dll mereka menyumbangkan medali, memberikan kebanggan kepada rakyat Indonesia, dan indonesia ini nasionalis banget," lanjut Adi.

Adi juga siap jika sewaktu-waktu bahwa KPAI meminta insight atau ingin berdiskusi tentang isu ini, apalagi Free Fire bisa dikatakan sering membawa nama Indonesia di kancah internasional dan sangat berprestasi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama